Menurut
Kepmenkes No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 Bentuk – bentuk penyelenggaraan
imunisasi sebagai berikut :
imunisasi sebagai berikut :
1. Imunisasi Rutin
2. Imunisasi Tambahan
3. Imunisasi dalam penanggulangan KLB
(kejadian Luar Biasa)
4. Kegiatan imunisasi tertentu terhadap
PD3I dalam situasi khusus
Tujuan Pelayanan Imunisasi adalah sebagai pedoman
kerja petugas imunisasi dalam memberikan imunisasi pada bayi. Petugas imunisasi
dalam mempersiapkan alat/sarana, vaksin serta kesiapan petugas dalampemberian
imunisasi kepada bayi.
Uraian Umum
·
Persiapan alat : spuit
lengkap,alat sterilisator,kapas air hangat.
·
Persiapan vaksin : vaksin yang sesuai dengan takaran
dimasukkan dalam termos
es (vaksin carier)
·
Persiapan sasaran :pemberitahuan kepada
orang tua bayi (sasaran) tempat penyuntikan dan efek sampingnya
·
Pemberian imunisasi : pengambilan vaksin
sesuai dengan dosisnya desinfeksi pada tempat yang disuntik.pemberian imunisasi
sesuai dengan jenis vaksin
·
Pemberian obat antipiretik untuk
imunisasi DPT dan jelaskan cara pemakainnya seta dosis obatnya
·
Memberikan informasi pada orang tua bayi
tentang jadwal imunisasi berikutnya
·
Pencatatan/pelaporan : Imunisasi yang
diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan di buku KIA/KMS
Langkah
–langkah kegiatan
·
Petugas imunisasi menerima kunjungan
bayi sasaran imunisasi yang telah membawa buku KIA/KMS diruang imunisasi
setelah mendaftar di loket pendaftaran.
·
Petugas memeriksa status imunisasi dalam
buku KIA/KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang diberikan.
·
Petugas menanyakan keadaan bayi kepada
orang tuanya(keadaan bayi yang memungkinkan untuk imunisasi atau bila tidak
akan dirujuk keruang pengobatan).
·
Menyiapakan alat(menyeterilkan alat
suntik dan kapas air hangat).
·
Petugas menyiapkan vaksin(vaksin
dimasukkan dalam termos es).
·
Petugas menyiapkan sasaran(memberitahu
kepada orant tua bayi tentang tempat penyuntikan).
·
Petugas memberikan imunisasi (memasukkan
vaksin kedalam alat suntik,desinfeksi tempat suntikan dengan kapas air hangat
,memberikan suntikan vaksin,meneteskan vaksin sesuai jadwal imunisasi yang
diberikan).
·
Petugas melakukan KIE efek samping pasca
imunisasi kepada orang tua bayi.
·
Petugas memberikan obat antipiretik
untuk imunisasi DPT dijelaskan cara dan dosis pemberian.
·
Petugas memberitahu kepada orang tua
bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.
·
Petugas mencatat semua hasil imunisasi
ke dalam buku KIA/KMS dan buku cacatan
imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya.
B.
Sejarah
Imunisasi di Indonesia
Sejarah Imunisasi di
Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19 yang dilaksanakan untuk pemberantasan
penyakit cacar. Program Imunisasi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan
telah mencapai banyak keberhasilan selama empat dekade terakhir.
Imunisasi berasal
dari kata imun yang
berasal dari bahasa latin, immunitas yang
berarti pembebasan atau kekebalan. Imunisasi adalah
salah satu upaya tindakan medis yang paling efektif dan efisien. Imunisasi
merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran oleh Katz (1999)
dikatakan imunisasi adalah sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah
diberikan para ilmuwan di dunia ini.
Sejarah Imunisasi di Indonesia
Tahun
1956
|
Pelaksanaan
kegiatan imunisasi untuk penyakit cacar
|
Tahun
1956
|
Indonesia
berhasil dinyatakan bebas penyakit cacar oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia)
|
Tahun
1956
|
Penyelenggaraan
program imunisasi BCG
|
Tahun
1973
|
Pelaksanaan
kegiatan imunisasi untuk penyakit cacar
|
Tahun
1974
|
Program
imunisasi vaksin TT kepada ibu hamil
|
Tahun
1976
|
Mulai
dikembangkan imunisasi DPT pada beberapa kecamatan di pulau Bangka
|
Tahun
1977
|
Penetapan
fase persiapan Pengembangan Program Imunisasi (PPI)
|
Tahun
1980
|
Program
imunisasi secara rutin terus dikembangkan dengan memberikan beberapa antigen,
yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak.
|
Tahun
1992
|
Program
imunisasi Hepatitis B mulai diperkenalkan kepada beberapa kabupaten di
beberapa propinsi
|
Tahun
1995
|
Penyelenggaraan
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) I
|
Tahun
1996
|
Penyelenggaraan
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) II
|
Tahun
1997
|
Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) III
|
Pada tahun 1974, cakupan
imunisasi di Indonesia baru mencapai 5% sehingga pemerintah pada tahun 1977 menyelenggarakan
PPI atau Expanded Program on
Immunization(EPI). Program PPI merupakan program pemerintah dalam
bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional dalam rangka percepatan
pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada akhir tahun 1982.
Cakupan imunisasi terus
meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga setiap tahun minimal 3 juta anak dapat
terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan.
Keberhasilan pemerintah dalam mecapai UCI secara nasional dapat dicapai pada
tahun 1990 dengan cakupan imunisasi mencapai 90%.
Program imunisasi melalui
PPI ini memiliki tujuan akhir (ultimate goal) sesuai dengan komitmen
internasional melalui Global Programme for Vaccines and Immunization(GPVI), yaitu :
·
Eradikasi Polio (ERAPO)
·
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(Maternal and Neonatal Tetanus Elimination/MNTE)
·
Reduksi Campak (RECAM)
·
Peningkatan mutu pelayanan imunisasi
·
Penetapan standar pemberian suntikan yang
aman (safe injection practices)
·
Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste
disposal management)
Vaksin menerobos dunia modern pertama kali
pada tahun 1796, ketika Edward
Jenner, seorang dokter dari Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang
terkena penyakit cacar, dengan diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia
mengambil beberapa cairan dari luka penderita cacar sapi dan menggoreskan di
permukaan lengan anak berusia 8 tahun.
Selanjutnya
tahun 1886 Salmon dan Smith di Amerika Serikat telah memperkenalkan macam
vaksin inaktif dengan menggunakan bakteri vibrio cholera yang dimatikan dengan
pemanasan.
Terobosan baru lainnya
datang pada akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang ahli kimia dari
Perancis, mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus dan melemahkannya,
yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin.
Pada perubahan jaman,
peneliti lainnya telah mengembangkan vaksin yang tidak aktif untuk melawan
Tipus, wabah Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun 1920, vaksin telah
dikembangkan untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering menyebabakan kematian
pada anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli dipimpin oleh
Jonas Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin Polio. Vaksin untuk mencegah
Polio, Pada tahun 1961, Sabin telah mengembangkan vaksin oral yang bekerja
secara aktif (hidup) berupa virus yang telah dilemahkan, untuk menggantikan
imunisasi dengan suntik jenis Salk di Amerika Serikat. Pada tahun 1960, vaksin
digunakan secara rutin dan tidak menyebabkan kontroversi pada masyarakat dan
paramedis, dan vaksin virus aktif (hidup) telah dikembangkan untuk Campak
(1963), Rubella/ campak Jerman (1966) dan penyakit Gondong (1968).
Pemerintah Amerika Serikat
menarik vaksin DPT dari pasaran pada tahun 1996 dan merekomendasikan dokter
menutup vaksin jenis DTP. Hanya 6-7 persen dari vaksin pertusis di Amerika
Serikat masih mengandung DPT. Tetapi itu telah digunakan secara luas di
masyarakat dunia ketiga (negara berkembang). Sejak tahun 1994, program
vaksinasi telah dijalankan dalam pemerintahan untuk anak-anak miskin secara
cuma-cuma.
C.
Teknik Penyimpanan Vaksin
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat
dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau
dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan tubuh seseorang.
Bila vaksin diberikan kepada seseorang, akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu. Suhu yang baik untuk semua jenis
vaksin adalah 2 ºC s/d 8 ºC.
1.
Penyimpanan Vaksin
· Cold Room: suhu 2 oC
s/d 8 oC untuk vaksin BCG, Campak, DPT, TT, dan lain-lain. Suhu
-20 oC untuk vaksin Polio
· Pemantauan Suhu secara berkala
· Pengaturan Stok (Inventory Control)
· Diterapkan aturan system
First In First Out (FIFO System), Expire Date, dan VVM System
· Sebagai control pengeluaran
digunakan formulir Batch Delivery Record
· Pengeluaran barang berdasarkan
permintaan pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.
2. Mencegah Pembekuan Vaksin
a. Lemari Es
dengan Buka Atas
·
Selalu letakkan vaksin yang peka
pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB jauh dari evaporator.
· Beri jarak 1- 2 cm antar kotak
vaksin untuk sirkulasi udara
· Letakkan termometer dan Freeze-Tag
di antara kotak vaksin yangpeka pembekuan.
b. Lemari Es
Rumah Tangga (Tidak direkomendasikan)
·
Selalu letakkan vaksin yang peka
pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B,DTP-HB) jauh dari evaporator.
· Jangan letakkan vaksin di pintu.
· Beri jarak 1-2 cm antar kotak vaksin
untuk sirkulasi udara.
· Letakkan termometer dan freeze tag
diantara kotak vaksin yang peka pembekuan.
· Selalu letakkan botol berisi air
(cool pack) di bagian bawah lemari es.
3.
Hal – hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penanganan
Vaksin
·
Vaksin
tidak boleh dikeluarkan dari refrigerator/freezer kecuali untuk pemakaian atau
pengiriman.
·
Pintu
refrigerator jangan terlalu sering dibuka (WHO menganjurkan maksimum 4 x
sehari).
·
Vaksin
harus disimpan di refrigerator /freezer segera setelah diterima.
·
Setiap
personil/staf yang bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin harus
mengetahui cara penyimpanan yang benar.
·
Refrigerator/freezer
hanya dipergunakan untuk penyimpanan vaksin saja.
·
Proses
defrost harus dilakukan jika terjadi penumpukan es lebih dari 1 cm, dan selama
proses pendefrosan vaksin harus disimpan pada vaccine carrier box dan dimonitor
suhunya.
·
Harus
ditunjuk seorang personil dan cadangan untuk bertanggung jawab terhadap
penanganan vaksin.
·
Setiap
penyimpanan vaksin harus mempunyai alat pengukur suhu yang disertifikasi dan
dikalibrasi.
·
Seluruh
pengukur suhu tersebut harus tersambung pada sistem alarm.
·
Suhu
harus dicatat 3x sehari untuk memastikan suhu yang sesuai dengan persyaratan
dan setiap personil yang menangani vaksin harus mengetahui batas rendah &
tinggi suhu yang diisyaratkan.
·
Setiap
personil tersebut harus mendapatkan training tentang pentingnya penanganan
& transportasi vaksin yang baik.
·
Penyimpanan
vaksin harus memungkinkan aliran sirkulasi udara yang baik untuk setiap produk
·
Diluent
harus disimpan pada suhu kamar.
·
Seluruh
vaksin jerap harus disimpan di tempat yang terhindar dari suhu beku dan kontak
langsung dengan es.
D.
Kegunaan Imunisasi Secara Global
Imunisasi dilakukan dengan
memberikan vaksin yang bisa disuntikkan ataupun diteteskan pada mulut bayi.
Vaksin ini berfungsi untuk menghasilkan antibodi atau zat yang berguna untuk daya tahan tubuh.
Vaksin ini bisa membuat dan menjaga perkembangan
bayi supaya tetap sehat.
Kegunaan Imunisasi yaitu :
1. untuk mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu pada bayi
dan selama masa perkembangan bayi hingga dewasa.
2.
dapat meningkatkan
daya tahan tubuh bayi sehingga bisa melawan virus atau bakteri penyebab suatu
penyakit.
3. membantu mencegah penularan penyakit terutama ke saudara
kandung dan teman-teman di sekitarnya.
4. dapat mencegah terjadinya cacat dan kematian yang bisa
terjadi karena suatu penyakit tertentu.
Manfaat imunisasi memang tidak
menjamin 100% dimana bayi masih punya peluang untuk bisa terkena penyakit
tersebut. Namun dari hasil penelitian, kemungkinannya sangatlah kecil yakni
hanya sekitar 5 hingga 15 persen saja. Manfaat imunisasi akan sangat dirasakan
hasilnya terutama ketika ada wabah penyakit. Anak yang telah diimunisasi jarang
sekali ada yang tertular. Tetapi anak yang tidak diimunisasi bisa mengalami
penyakit, cacat atau kematian.
Daftar Pustaka
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak
untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Gupte, S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment